Thursday, April 12, 2007

big NO NO

Aku selalu tersalut-salut dengan perempuan yang berani mengambil keputusan besar dalam hidupnya, terutama keputusan yang menyangkut masa depannya. Baik itu pindah kerja di luar kota/nagri, tinggal terpisah dari orangtua bahkan keputusan untuk mengakhiri masa lajangnya di usia muda (bukan gara-gara MBA ye ;p).

Nah, yang terakhir ini yang masih sangat sulit bagi ku untuk kompromi. Ok lah, kalau pindah kerja ke luar tempat kita dibesarkan, mungkin rasa kangen rumah, penyesalan akan terasa di 3 bulan pertama, sisanya akan terobati dengan teman baru disekitar. Tinggal terpisah dengan orangtua, tarulah kita kost ditempat berlainan kota atau 1 kota dengan jarak yang jauh, ini pun masih bisa diatasi dengan komunikasi via telpon atau pulang di hari Sabtu - Minggu.

Tapiiiii...... kalau sudah menyangkut 'Pernikahan', whuaa .... semedi 3 tahun di Gunung Slamet juga nggak bakal mempan kalau aku nya tidak well prepare baik dari segi mental, materi dan tanggung jawab. Mengapa ini menjadi penting bagi ku? (mari kita masuki deret sejarah berikut ini).

Aku dibesarkan dengan kedua orangtua dan 3 saudara kandung. Dari kecil aku tidak pernah hidup terpisah, masuk ke SD yang dekat sekali dengan komplek rumah, SMP pun bersebelahan tembok dengan SD. Baru SMA saja aku naik angkot 2 kali, itu pun papa sering drop aku saat berangkat. Saat kuliah ku pun, aku memilih untuk tetap pulang kerumah walaupun saat itu jarak Cipinang - Depok ditempuh dengan 2.5 jam perjalanan. Mulai naik mikrolet - kereta - metromini. Saling berhimpitan, desak-desakan, ketinggalan kereta sudah sering aku alami. Tapi toh, tidak membuatku berniat untuk kost. Berteleponan hampir setiap hari pun masih sering aku lakukan dikantor. Kalau sedang tugas luar kota sebentar saja, aku selalu telpon kerumah untuk memberi atau menerima kabar.

Mungkin hal inilah yang mempengaruhi ku untuk tidak cepat-cepat mengambil keputusan menikah. Well, bukannya aku menyalahkan bagaimana cara aku dibesarkan atau hubungan emosional keluarga ku yang cukup dekat. Tapi lebih kepada karakter yang terbentuk dalam diriku karena kedekatan dengan keluarga membuat ku enggan untuk hidup dengan oranglain sampai saat ini.

---------------
May 17, 2007

Sekilas kabar lamaran dari keluarga besar pihak pria, ku dapatkan saat kami sedang berbincang-bincang. Tanpa berpikir panjang, yang ku katakan waktu itu "aku tidak siap". Ketidaksiapan ku terkadang tanpa alasan, bathin ku cuma membisik "aku tidak siap" maka aku menuruti kata bathin ku itu. Ditambah dengan mengetahui 'pesta besar' itu direncanakan tahun ini, membuat ku benar-benar ingin lari. Aku tidak ingin memerankan sekuel "Run Away Bride" ;p dan rasanya juga tidak pantas hehehe...

yang aku tahu,

Aku mencintainya -- Sangat....

Tuesday, April 03, 2007

Sabtu itu pun kelabu

Mengapa entah, Sabtu (31 Maret) yang seharusnya aku habiskan bersama 20 teman lainnya untuk sekedar bersenang-senang di Ancol tidak aku rasakan. Aura kegembiraan tidak pernah muncul diwajah ku bahkan sampai acara berakhir!
Damn! rasanya ingin ku habiskan waktu menyepi sendiri di ujung dermaga. Entah apa yang terjadi siang itu, mungkin karna obsesi ku untuk menyatukan kaum muda tidak terjalin, aku terlalu memaksakan diri untuk membuat mereka bersatu. Kenyataannya mereka tetap berbeda & mempunyai kepentingan masing-masing.

Ada yang sibuk dengan kostumnya, ada yang selalu nyanyi bak dunia milik sendiri, ada pula yang kalap dengan snack ditangannya. Kepentingan-kepentingan itulah yang kemudian membuat kami sangat tidak nyambung! kontan 4 kubu terbentuk di Sabtu yang cerah itu.

Tak henti aku menyesali diri, rasanya pertahananku tidak sekokoh dulu. Dulu, aku sangat bersemangat untuk membuat organisasi ini besar. Dan ya! Tuhan menjawab, secara kuantitas kami bertambah besar, anggota pun lebih di dominasi oleh pekerja berbanding pelajar. Ini pula yang meningkatkan arus kas kami mengalir cukup deras. Di 4 bulan awal masa kerja ku, aku merasakan kekompakan yang luar biasa, smua rindu untuk terlibat. Susunan kepengurusan yang terbentuk pun, sangat berkompeten di bidangnya, kemudian seleksi alam terjadi, 4 orang mengundurkan diri sepihak entah kemana, tapi kami tetap berhasil dengan sisa tenaga yang ada (yah setidaknya aku merasa cukup berhasil).

Jujur, semangatku mulai patah di tahun 2006 ketika tuduhan mulai datang menyerangku. Inilah yang sulit dari pelayanan, dengan lawan jenis jika aku dekat pasti dikira aku taksir, tapi kalau tidak aku hiraukan aku yang dikira sombong. Terkadang aku tidak tahu bagaimana lagi memposisikan diriku. Apalagi aku melayani di suku yang mayoritas adalah Batak, suku yang sangat keras dan masih memegang pola "per-margaan", ibarat kata jika kita senggol abangnya, yang gempar bukan hanya keluarganya tapi bisa satu parsahutaonnya (perkumpulan marga bataknya-red). Doaku supaya Tuhan menambah jumlah kaum pria, karna dulu begitu di dominasi kaum wanita pun dijawab Nya. Tapi kemudian, ini pula yang menjadi bumerang bagi ku. Walaupun pertemanan terjalin, tapi mereka seakan menusuk ku dari belakang. Tak henti mereka selalu mengkritisi pelayanan ku. Bukan berarti aku tidak terima kritik, tapi aku selalu menegaskan lihat lah diri sendiri dulu sebelum mengkritik orang lain. Yang sangat aku sayangkan, mereka mengkritik aku di belakang, mencibir dan terus menjelekkan metode kepengurusan yang aku pimpin. Tapi ketika mereka diberi tanggung jawab, itu pun tak berhasil dibuatnya.

Juni ini aku akan mengakhiri semuanya, yah... maksimal periode ku sudah berakhir sebagai ketua (Juni 2005-Juni 2007). Aku tidak ingin lari dari tanggung jawabku, karena sebelum, aku menggantikan kepengurusan yang sangat carut marut ditinggalkan oleh ketuanya.

Tuhan aku lelah,

Rasa lelah ku bukan berarti aku mengisyaratkan menolak melayani Mu, tapi kalau bisa dan hanya atas seijin Mu. Aku benar-benar ingin mengakhiri kepengurusan ku di Juni ini dengan "senyum".