Thursday, March 15, 2007

Hingga Berakhir Nafas Ku

Malam itu, entah malam keberapa aku menghabiskan waktu. Yang aku ingat aku terbaring dalam kesakitan yang luar biasa sehabis aktivitas ku bekerja. Dada terasa begitu sesak, sesekali aku mencoba mengambil nafas dan rasanya berat sekali. Dengan badan meringkuk, mama membaluriku berbagai minyak dan obatan tradisional lain. Seminggu sebelum memang aku terserang penyakit tipus, kepadatan yang luar biasa di perusahaan media tidak memungkinkan aku untuk ijin terlalu lama. Pasti banyak yang keteteran, tak pelak HP ku pun selalu berdering pertanda panggilan dari kantor.

Tapi malam itu, aku tidak sanggup! Bahkan berdiripun aku tidak bisa. Kaki dan tangan ku menjadi sangat dingin dan kaku. Di ujung pintu aku sudah mendengar Papa mencak-mencak supaya aku segera ke Dokter. Tapi bagaimana mungkin? saat itu aku merasa begitu tak berdaya, berjalan pun aku sulit. Tak kuasa menahan sakit, aku meminta Papa untuk menggendongku keluar dari kamar dan rencananya kami akan ke Dokter.

Setengah perjalanan keluar kamar, aku minta di dudukan ke sebuah bangku merah. Perjalanan terhenti, aku tidak bisa bernapas! Seluruh badanku bahkan tidak bisa bergerak. Tangan ku masih menjulur menengadah kedepan dan tidak bisa di turunkan karna amat sangat kaku. Yang ku ingat, malam itu hanya mulut ku yang bisa bergerak! puji-pujian pun ku angkat, "Puji Tuhan.....Puji Tuhan..... Puji Tuhan....." Ya, hanya kata itu! bahkan untuk menyebut 'mama' saja yang kebetulan berdiri di depanku, aku tidak bisa.

Seluruh tetangga mendengar kejadian aneh ini, kakak dan abang iparku pun datang malam itu. Aku melihat banyak orang memandang dan mereka menangis. -- Aku merasa mau mati. Aku merasa jiwaku terangkat. Aku merasa aku melihat tubuhku dari atas. Dalam hati aku bergumam, "Ya Rab, jika Engkau ingin mengambilku, ambillah... aku tidak tahan".

Entah mengapa, tubuh yang sudah sangat beku dan tidak terasa oleh sentuhan apapun hanya bisa di sembuhkan oleh Papa. Hanya sentuhan tangan Papa yang bisa kurasakan padahal katanya semua orang melakukan pijatan atas ku. Hampir satu jam aku tidak kunjung sembuh, total malam itu hanya Papa yang bisa menolongku. Dia mulai memegang kaki dan tanganku, perlahan aku merasa hangat dan dapat digerakkan. Saat tangan dan kaki mulai bergerak, justru kepala dan mulutku mematung. Aku kembali tidak berdaya, kali ini rasa sakitnya 2 kali lebih besar. Papa memelukku, dengan tangis dia berkata "Papa sayang Desy..... Papa sayang Desy...." begitu dan seterusnya, aku mendengar berulang-ulang.

Tuhan itu maha tahu, aku belum pernah mendengar Papa berkata sangat manis kepada ku. Sehabis dia memelukku aku merasa aliran panas bergerak di sekujur tubuh, mulai dari kepala hingga ujung jari - amat terasa. Aku diberi minum, kemudian dia menggendongku kembali keluar kamar. Tak henti dia memijati kaki dan tangan ku yang ku rasa sudah mulai membaik. 2 piring bubur aku habiskan malam itu, energi ku seakan habis. Aku mulai memeluk dan memohon maaf kepada seluruh keluargaku satu persatu -- Ada dorongan dikepala yang tidak bisa ku tahan, sebuah amanat seperti berisyarat "Papa dan Adik ku laki-laki, harus berdamai" sudah 1 tahun mereka tidak saling bicara karena bentrok dengan suatu masalah. Semakin jelas ku dengar dan hal itu harus aku sampaikan. Merekapun berdamai, entah karena takut melihat aku sakit lagi atau karena mereka sudah jenuh saling diam.

Aku tidak ingin lagi berada dalam kondisi seperti malam itu tapi aku bersyukur Papa dan Adik ku berbaikan disaat yang sama.

"Hidup memang misteri dan misteri akan mencari jalannya sendiri"

No comments: